Oleh Syukron Affani 2008
A.
Pendahuluan
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya)
lagi Maha Mengetahui.
Menurut Ikrimah
berdasarkan pendapat Ibn Abbas, ayat di atas memiliki pengertian bahwa
menghadap Allah dapat dilakukan baik ke arah barat atau arah timur.
Hampir semua pendapat ulama berkesimpulan bahwa ayat di atas tentang konsep qiblat
sholat. Muslim, Tirmidzi, dan Nasa'i meriwayatkan hadis dari Ibn Umar yang
menjelaskan Ia sholat dalam suatu perjalanan menghadap ke arah yang tidak
menentu. Hal itu menurut Ibn Umar juga pernah dilakukan Rasulullah.[1]
Teks Quran di atas tentu saja eman
cuma dilewatkan sebagai ayat tentang kiblat semata. Ayat itu layak dibicarakan
tidak saja di ruang pembahasan ibadah tetapi juga sangat relevan
dibicarakan dalam konteks pergulatan sejarah peradaban manusia yang
terpolarisasi dalam dua konsep ruang kebudayaan: Barat dan Timur. Dua garis
batas itu tak henti-hentinya saling berdesah dengan peluh ketegangan yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Repotnya, yang satu penuh birahi
menghegemoni dan yang satu tak bisa lepas dari dominasi. Barangkali berbagai
upaya dilakukan untuk merealisasikan kesadaran kosmik bahwa tidak ada apa yang
dimaksud dengan Barat dan Timur, tetapi yang ada adalah satu dunia. Atau paling
tidak, banyak upaya ditempuh untuk mendialogkan, mempertemukan, mempersamakan
persepsi, atau istilah lainnya yang semaksud, tetapi hasil akhir yang terjadi
tetap merupakan hal yang sama: dominasi dan hegemoni Barat.[2] Meskipun
hal itu terjadi dalam bentuk ekspansi yang berbeda dan tidak disadari, seperti
dalam bentuk nilai-nilai formil Barat mengenai demokrasi yang ternyata boros
biaya dan menguras energi.
Namun tulisan ini tidak untuk membahas
secara lebih lanjut mengenai ketegangan kebudayaan antara Barat dan Timur.
Tulisan ini hendak fokus membicarakan sejarah agama dan filsafat di Barat era
Yunani-Romawi klasik hingga abad pertengahan yang ternyata telah mengasali
riwayat Barat dan Timur. Tokoh-tokoh Yunani dan Romawi klasik telah dengan
bangga berupaya menunjukkan keunggulan kebudayaan Yunani-Romawi dari
bangsa-bangsa yang lain.[3]
Selengkapnya ka'dintoh. Untuk mantranya: norkuys (dibalik).
Selengkapnya ka'dintoh. Untuk mantranya: norkuys (dibalik).
[2] Barangkali lebih
tepat bila Yahudi, Kristen, dan Islam disebut muncul dan tumbuh dari kebudayaan
Timur (Timur Dekat) meskipun kemudian terutama Kristen dapat berkembang di
Barat sehingga banyak yang menilai peradaban Barat berdiri di atas nilai-nilai
Judeo-Cristiano. Tetapi Harold A. Titus dkk dalam bukunya Persoalan-persoalan
Filsafat, terj. HM. Rasjidi, (Bulan Bintang:Jakarta, 1984), hlm. 421&44
membuat kategori bahwa agama universal dari Barat adalah Yahudi, Kristen, dan
Islam. Sedangkan agama Timur adalah Hindu dan Budha. Kategori tersebut juga
terdapat pada Joseph Ruzo dan sepertinya sudah menjadi semacam consensus, Joseph
Runzo, A Short Introduction Global Philosophy of Religion,
(Oneworld:Oxford, 2001), hlm. 24
[3] Edward W. Said, Orientalisme,
(Pustaka:Bandung, 1994), hlm. 74
Tidak ada komentar:
Posting Komentar