Oleh Syukron Affani
Lebih lengkapnya baca e ka'dintoh. Untuk mantranya e ka'dintoh jugeh
A.
PENDAHULUAN
Orientalisme muncul
setidaknya pada abad ke-IV setelah perang Salib berlangsung ketika Konsili
Gereja di Wina memutuskan untuk membentuk beberapa jabatan profesional dalam bidang
bahasa Arab, Syria, dan Yunani di sejumlah universitas Eropa. Keputusan
tersebut dipengaruhi permintaan dari Ramon Lulle (1234-1316), seorang filosof
dan ahli kimia yang pernah mengembara sebagai misionaris, yang mempelajari ilmu
dan bahasa Arab di Andalusia untuk kepentingan mengajak umat Islam beralih
keyakinan pada Kristen. Konon, ia adalah misionaris Kristen pertama yang terjun
langsung ke tengah-tengah umat Islam. Ramon Lulle merekomendasikan tentang arti
penting memperlajari kebudayaan Arab-Islam dalam konteks meredam penyebaran
agama islam.[1]
Fase berikutnya setelah Perang Dunia II, ketika negara-negara Barat semakin
menyadari pentingnya pengetahuan bahasa dan kultur Asia-Afrika di tengah mulai
memudarnya pengaruh kolonial mereka di dua kawasan tersebut. Rencana ekspansi
besar-besaran untuk pengkajian bahasa dan kultur Asia-Afrika digalakkan
kembali.[2]
Menurut Roger
Garaudy, orientalisme disebabkan oleh dua hal mendasar yang saling melengkapi,
yaitu ideologis dan epistemologis. Orientalisme menjadi ideologis akibat
kegagalan perang Salib; perang yang meninggalkan sebuah kebencian Kristen
terhadap Islam, yang membuat orang-orang Kristen berpikir keras untuk
"menyempurnakan tugas Tuhan".[3]
Artinya, kegiatan ilmiah dan studi ketimuran yang digalakkan oleh orientalisme dapat
dicurigai berada dalam konteks tersebut.
Sepertihalnya Edward
Said, Garaudy melontarkan kritik epistemologis terhadap gerakan orientalisme.
Orientalisme adalah sentralisme Barat yang cenderung ingin menguasai yang lain.
Mereka membuat batasan-batasan terhadap orang lain dan mengontrol penerapannya
berdasarkan standar pandangan mereka sendiri. Orang di luar mereka adalah the
others yang selalu jadi objek. Mereka menerapkan pengalaman Barat sebagai
acuan dalam studi-studi keislaman.[4]
Pandangan kritis Roger
Garaudy[5]
jauh dari cara pandang apologetik ala (sebagian) tokoh-tokoh muslim yang
dinilai belum banyak menggali informasi yang cukup mengenai materi kritik
mereka. Roger Garaudy mengalami langsung atmosfir intelektual Barat. Ia aktivis
komunis yang anti-Hitler dan Mussolini (Nazisme dan Facisme) dan pernah menjadi
penganut Marxisme yang taat. Pemikirannya tentang agama sempat begitu dalam
dipengaruhi oleh Marx yang "sinis" terhadap agama sebagai produk
sosio-historis belaka daripada aktivitas spiritual-transenden. Meski akhirnya
ia berkesimpulan bahwa Marxisme gagal dan menghasilkan "hipotesis parsial
yang cacat" dalam menafsirkan kelahiran, penyebaran, dan fenomena
kesejarahan Islam dalam kerangka konsep materialisme-historis.[6]
Sikap kritis Roger
Garaudy terhadap sarjana-sarjana Barat sejawatnya, mengirimkan pesan yang jelas
kepada kita bahwa, meskipun tidak harus phobia, pandangan-pandangan keislaman
sarjana Barat pernah memiliki latarbelakang catatan sejarah yang buruk yang
pada era berikutnya berusaha dikompensasi oleh para penerus mereka (misal, Wlfred
Cantwell Smith, William Montgomery Watt,[7]
dan Harald Motzki) dengan pendekatan yang lebih "tulus" dan ilmiah.
Tokoh yang akan
dibahas dalam tulisan ini adalah Alfred
Guillaume, yang pemikirannya tentang Islam dan Al-Quran secara umum, walaupun
berupaya objektif, masih menggunakan pendekatan polemik. Hal ini tidak
mengherankan sebab masa karir intelektualnya masih sangat mewakili jaman dan
semangat orientalisme yang konfrontatif terhadap keyakinan-keyakinan vital umat
Islam.
Lebih lengkapnya baca e ka'dintoh. Untuk mantranya e ka'dintoh jugeh
[1] Muhsin
al-Mayli, Pergulatan Mencari Islam: Perjalanan Religius Roger Garaudy, (Jakarta:
Paramadina, 1996), hlm. 193
[2] William
Montgomery Watt, Titik temu Islam-Kristen: Persepsi dan Salah Persepsi,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), hlm. 150
[3] Muhsin
al-Mayli, Pergulatan Mencari Islam…, hlm. 194
[4] Ibid., hlm.
195
[5] Roger
Garaudy lahir pada tahun 1913 di Marseille Perancis. Ia bekas ketua organisasi
pemuda Protestan sekaligus aktivis partai komunis Perancis yang gigih. Stalin
sempat menjadi idolanya dan ia pernah bertemu secara pribadi dengan pimpinan
komunis Uni Soviet tersebut. Pada tahun 1982, ia mengumumkan keislamannya di
Swiss saat melakukan kunjungan untuk memberi kuliah di suatu universitas. Ibid.,
hlm. 22
[6] Ibid., hlm.
60
[7] Watt menginformasikan bahwa W.C Smith selama 20 tahun studi
ketimurannya merasakan cacat mendasar pada peradaban Barat, yaiut arogansi dan
hal ini juga mempengaruhi sikap Kristen. William Montgomery Watt, Titik temu
Islam-Kristen…, hlm. 153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar