Oleh
Syukron Affani JaQ*
Tentu bukan rencana yang baik bagi mahasiswa untuk main-main dengan
skripsinya bila sistem dan prosedur kontrol yang diterapkan perguruan tinggi
dilaksanakan dengan ketat. Pembimbing yang kapabel dan memiliki integritas;
model seminar proposal yang kondusif dan kontruktif; serta pendadaran skripsi
yang tidak sekadar legal-formal. Sudah cukupkah langkah-langkah itu untuk
menjaga kualitas akademis karya skripsi?
Itulah langkah terpenting dan terpokok yang senantiasa harus menjadi
perhatian manajemen perguruan tinggi. Sebab mahasiswa sering menemukan celah
untuk mengkompensasi amoralitas intelektualnya dari sistem pengendalian dan
pengawasan utama yang lemah itu. Karya skripsi plagiat dan pesanan, tak ayal,
akan menyusup dengan mudah dan memberi warna buruk pada dunia intektual
pendidikan kita.
Pembimbing yang kapabel dan memiliki integritas intelektual yang baik
akan dapat menuntun, mengarahkan dan mengoreksi bahkan membatalkan naskah yang
tidak fokus, buruk dan mencurigakan. Pembimbing yang kapabel mesti memiliki
pengetahuan yang baik dan memadai untuk menilai otentitas dan orisinilitas
karya mahasiswa yang dibimbingnya. Pembimbing yang berintegritas akan dapat
secara tegas menunjukkan kewibawaan sikapnya dalam mengarahkan dan membimbing
mahasiswanya. Petunjuk-petunjuknya yang tegas merupakan bentuk pembelajaran dan
akan membuat mahasiswa berhitung dengan sangat cermat agar tidak bertindak
gegabah.
Sekian persen kualitas karya skripsi, ditentukan oleh bentuk bimbingan
dosen pembimbing. Artinya, dosen pembimbing yang berkualitas dapat
mengendalikan kualitas skripsi mahasiswa yang dibimbingnya. Sehingga, skripsi
yang tidak memadai sudah seharusnya juga menjadi tanggungjawab pembimbing.
Ibarat polisi lalu lintas, baik-buruknya situasi lalu lintas di jalan; sering
tidaknya kecelakaan dan kemacetan terjadi, tidak bisa tidak merupakan petunjuk
prestasi kerja polantas. Disinilah krusialnya tugas dan fungsi pembimbing.
Seminar proposal skripsi sebagai salah satu mekanisme yang harus ditempuh
mahasiswa untuk mengukur mutu rencana penelitiannya, harus dirancang
sekonstruktif dan sekondusif mungkin. Forum itu harus dienyahkan dari kesan
basa-basi formal. Wewenang forum itu sebaiknya tidak cukup terbatas pada hearing
(mendengarkan pemaparan) dan menerima input-input masukan korektif tetapi juga
dapat memveto rancangan proposal skripsi yang tidak jelas. Seminar yang
kontruktif merupakan batu loncatan yang strategis untuk menjajaki dan menguji
mutu rencana penelitian. Proposal skripsi yang kabur rasionalitas, nilai ilmiah
dan akademis penelitiannya pada kesempatan ini, jelas tidak akan mudah
melangkah pada tahap berikutnya.
Pada akhirnya penilaian terhadap penulisan skripsi ditentukan saat
pendadaran. Keilmiahan dan nilai akademis skripsi bergantung pada penulis
skripsi dan dewan penguji. Presentasi dan kemampuan argumentasi mahasiswa dalam
mempertahankan karyanya, sangat menentukan. Tugas dewan penguji untuk menguji
dan mengkritisi karya skripsi akan menunjukkan ketahanan ilmiah dan akademik
skripsi tersebut. Pendadaran yang berbobot dapat memberikan penilaian kelayakan
yang berbobot juga pada kualitas sebuah skripsi. Sudah tentu pendadaran yang
berbobot adalah sidang pengujian yang objektif, jernih dan jauh dari
faktor-faktor non ilmiah. Kemungkinan terburuk dimana sebuah skripsi harus
ditolak karena tidak memenuhi kriteria penilaian sebagaimana ditetapkan para
penguji, tidak boleh ditoleransi demi, misal, alasan kemanusiaan. Masing-masing
pihak harus dapat bertanggungjawab pada tugas dan fungsinya demi terciptanya
iklim pendidikan yang berkualitas.
Cukup tidaknya upaya-upaya sistemik ini dalam menjaga nilai akademis
sebuah karya ilmiah, bergantung pada iktikad baik semua pihak yang terlibat di
jagad pendidikan terutama mahasiswa sendiri. Sebab ditangan mereka,
keberhasilan pendidikan dalam menjalankan fungsinya ditentukan. Tanpa mahasiswa
yang baik, sistem pendidikan seperti apapun akan berakhir tanpa hasil.
Memang pada saat ini, ketika paradigma pendidikan kita memiliki kecenderungan
orientatif yang sangat kuat pada dunia kerja dan materi, problem mentalitas dan
idealitas mahasiswa mengemuka. Belajar menjadi hal lain yang mulai diabaikan
dan mengejar kelulusan untuk berburu pekerjaan adalah satu hal yang begitu
dikedepankan. Mahasiswa menjadi berpikir untuk lebih praktis, pragmatis dan
taktis. Cara-cara yang ditempuh pun adalah cara-cara instant yang dangkal dan
asal formal.
Pertanyaan besar terhadap integritas moral dan intelektual mahasiswa
berkaitan dengan karya skripsinya mulai penting dijawab dengan serius.
Merebaknya kegiatan plagiat dan jasa pembuatan skripsi merupakan fakta yang
telah lama berlangsung. Tidak mustahil kegiatan-kegiatan “gelap” yang menodai
semangat dunia pendidikan itu, pada masa mendatang, bukan pilihan terakhir
melainkan pilihan pintas yang lumrah dan lazim. Kalau sudah demikian, nilai akademis?
Lupakan saja☺
* Ditulis saat mashi mahasiswa
di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Angkatan 2002
Fakultas Adab UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar