by Syukron Affani
A. PENDAHULUAN
Keyakinan
umat Islam menempatkan hadis sebagai salah satu sumber nilai dan ajaran, begitu
kukuh. Menawar-nawar posisi otoritatif hadis menyerupai sebuah bentuk
pengingkaran yang menyakitkan terhadap pilar utama ajaran Islam. Upaya melucuti
sakralitas hadis akan berujung pada penolakan yang tegas dan bahkan keras dari
umat Islam. Bagi kaum muslimin, status hadis tidak dapat digeser sejangkalpun
menjauh dari al-Quran. Dalam batas tertentu, al-Quran dan hadis bagaikan
"dwi tunggal" yang tidak boleh dicerai-beraikan. Hadis adalah semacam
pelayan dan juru bicara tunggal al-Quran. Hadis adalah tafsir resmi al-Quran
yang dilansir oleh sosok yang paling kredibel dalam agama Islam: Muhammad
Rasulullah SAW.
Dalam
studi hadis, kualitas sanad suatu teks hadis menentukan status dan kualitas
hadis tersebut. Tentu saja sanad hadis yang berkualitas adalah sanad yang muttasil
(bersambung) hingga Rasulullah SAW. Atau paling tidak hingga sahabat besar.
Disamping juga sanad tersebut harus didukung oleh periwayat-periwayat yang
mumpuni dan berintegritas baik secara mutawatir, masyhur, ataupun
ahad. Sanad yang mutawatir menempati status kualitas
terbaik karena didukung kuantitas periwayat. Dua jenis periwayatan yang lain: masyhur
dan ahad, berada di urutan berikutnya, namun kualitasnya akan dapat
menyamai sanad yang mutawatir bila didukung oleh perawi yang dhabit,
'adil, dan syarat penerimaan (qabul) dari hadis yang lain (dari
sisi matan).[1]
Demikianlah ketetapan yang dirumuskan dan disepakati ulama ilmu hadis terkait
konsep sanad.
Menariknya,
pandangan diatas berusaha “dikoreksi” oleh sarjana Barat. Berdasarkan konsensus
di antara mereka bahwa hadis (terutama yang berkenaan dengan hukum) muncul dua
dan tiga abad setelah masa Rasulullah, Joseph Schacht yang dikenal dengan
pandangan "backward projection"nya merilis teori kritik sanad
yang dimatangkan oleh muridnya, G.H.A Juynboll dan dielaborasi lebih kritis
oleh tokoh yang lain, Harald Motzki.[2]
Teori ini adalah teori common link.
Tulisan
ini bertujuan memperkenalkan secara sederhana salah satu pandangan
skeptis-kritis sarjana Barat mengenai eksistensi hadis: teori common
link, berdasarkan pengembangan konsep G.H.A Juynboll. Teori ini penting
diketahui sebagai bagian dari kritik sanad hadis yang pedas menyangsikan
keotentikan kompilasi hadis (hukum) umat Islam. Selengkapnya pece' e ka'dintoh
[1] Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadith : Ulumuhu wa
Musthalahuhu, (Beirut : Dar al-Fikr, 1989) hlm. 301-302
[2] Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A Juynboll: Melacak Akar
Kesejarahan Hadis Nabi, (Yogyakarta :
LKiS, 2007), hlm. x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar