Sabtu, 13 April 2013

ANAK NEGERI DI NEGARA ORANG TUA YANG TAK KUNJUNG MENGERTI



Oleh Syukron Affani JaQ

Anak-anak terlantar semestinya diurus dengan baik oleh negara. Demikian seharusnya tetapi bila negaranya seperti Indonesia yang persoalannya menumpuk tumpang-tindih karena ulah orang-orang tua, semakin tak jelas saja nasib mereka. Negara sibuk menghabiskan waktu untuk bersiasat membereskan orang-orang tua tengik negeri ini. Orang-orang tua yang menguras uang rakyat termasuk hak-hak anak terlantar dijalan-jalan. Belum selesai mengurus orang-orang tua asusila yang bebal itu, jangan-jangan anak-anak tak beruntung itu keburu tua untuk menggantikan mereka dengan gaya jalanannya. Sepertinya negara merasa terlalu tua untuk menangani anak-anak negeri, masa depan bangsa ini.
Fenomena anak terlantar atau hidup di jalanan dan dikenal dengan anjal merupakan fenomena umum di perkotaan terutama kota besar. Kota memang menjanjikan sebagai garda perubahan sosial namun ekses kebocoran sosialnya juga tak kalah menjanjikan. Anak-anak jalanan jelas sekali sebagai salah satu korban laju gerak kehidupan kota yang terancam masa depannya. Sayangnya, keberadaan mereka sudah dianggap lumrah dan tak disentuh selama tidak mengganggu lingkungan. Sekali bertindak meresahkan, baru dinilai layak sebagai urusan polisi dan Dinas Sosial.
Tak banyak yang terketuk untuk sungguh-sungguh menangani persoalan anak jalanan dengan tuntas. Kepedulian terhadap mereka hanya bersifat tentatif dan karitatif. Hal ini tidak terlepas dari asumsi sosial bahwa keberadaan mereka bagaimanapun tidak terlepas dari kesalahan individu orang tua yang melahirkan mereka. Ketidakmampuan menjadi orang tua yang baik dalam menafkahi dan mendidik anak-anaknya.
Anak-anak jalanan bagaikan “iklan hidup” problem orang tua yang tidak becus mengurus anak-anaknya. Iklan yang tayangannya mengharukan tetapi tidak memiliki daya sugesti untuk memparbaiki nasib anak-anak itu. Iklan yang marak bertebaran menyaingi papan-papan iklan komersial di sudut-sudut jalanan. Iklan kemalangan yang jam tayangnya nyaris 24 jam nonstop dan hanya membuat para orang tua semakin tidak peduli kecuali pada anak-anaknya sendiri. Sungguh ironis.
Penanganan masalah anak jalanan tidak cukup mengandalkan institusi-institusi yang dianggap memiliki wewenang untuk menampung mereka. Atau berharap pada individu-individu negeri untuk peduli terhadap nasib mereka. Upaya sistematis dan kongkrit harus dipikirkan dan diusahakan untuk membantu anak-anak itu meskipun bangsa ini sedang tertatih-tatih dengan “agenda-agenda besarnya” untuk keluar dari keterpurukan.
Semua harus terlibat terutama pihak-pihak yang dekat dengan kehidupan mereka. Dinas Sosial dapat memberikan wewenang pada semua kelurahan yang daerahnya menjadi favorit mangkal anak jalanan untuk terlibat dalam pembinaan mereka. Kelurahan-kelurahan dan seluruh lapisan pemerintahannya harus diberdayakan untuk turut proaktif menampung dan membina anak-anak jalanan. Atau setidaknya, pihak kelurahan memiliki akses untuk berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait. Dengan demikian keberadaan anak jalanan tidak saja menjadi urusan “pemilik jalan” yaitu pemerintah daerah atau pusat tetapi secara regional juga beban bagi kelurahan yang bersentuhan langsung dengan  kawasan-kawasan “rawan” itu.
Melibatkan kelurahan dan struktur pemerintahan di bawahnya: dukuh, RT dan RW merupakan pilihan praktis dan taktis. Sebab kelurahan memiliki kepentingan menjaga kenyamanan dan keasrian lingkungan daerahnya. Artinya, tingkat kepedulian masyarakat kelurahan terhadap lingkungannya harus dimanfaatkan secara positif tidak saja untuk keamanan dan penataan fisik tetapi juga untuk kegiatan sosial membina anak-anak terlantar dijalanan dikawasannya. Tentu saja ide semacam ini bukan lantas menjadi peluang bagi Dinas Sosial untuk mengumpankan begitu saja tanggungjawabnya pada pihak lain. Pembinaan terhadap anak-anak terlantar itu jelas memerlukan pendanaan dan fasilitas. Dinas Sosial mesti serius membantu pengadaan dua faktor penting itu.
Dengan terlibatnya kelurahan kota turut membina anak-anak jalanan, tugas pemerintah melalui Dinas Sosial dan lembaga-lembaga sosial untuk anak-anak menjadi lebih terbantu.. Anak-anak malang itu pun, masa depannya tak direnggut jalanan, pasar dan terminal kota yang tidak peduli. Dan anak-anak itu, tidak perlu masygul pada orang-orang tua korup negeri ini yang tega menggarong uang rakyat demi anak-anak biologisnya sendiri# 2006



Ditulis Ketika Masih Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab UIN SUKA Yogyakarta/Mantan Pemimpin Umum Lembaga Pers Mahasiswa Literasia Adab




Tidak ada komentar:

Posting Komentar